TDKP Belum 100 Persen, Kenaikan Harga BBM Beratkan Nelayan Kepri

TDKP Belum 100 Persen, Kenaikan Harga BBM Beratkan Nelayan Kepri
Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepri, Eko Fitriandi. (Istimewa)

GLOBALKEPRI.COM. BATAM  -  -  Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Riau menyebut kebijakan pemerintah pusat menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) saat ini sangat memberatkan nelayan.

Selain kenaikan BBM, faktor lain yang memberitakan nelayan adalah Daftar Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP) untuk nelayan kecil, belum mencapai angka 70 persen.

Untuk diketahui, TDKP menjadi syarat rekomendasi untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis solar, yang ditujukan khusus bagi nelayan.

"Namun realitanya sampai sekarang, bahkan di Kepri belum sampai 70 persen yang terdata untuk mendapat BBM subsidi. Tiba-tiba kebijakan baru adalah menaikkan harga BBM bersubsidi," ungkap Wakil Ketua HNSI Kepri, Eko Fitriandi, Rabu (7/9/2022).

Eko menyebutkan, realita di lapangan sangat berbeda, dengan adanya TDKP sebagai langkah pencegahan penyelewengan BBM subsidi bagi nelayan. Namun, pihak HNSI mendapatkan kenyataan yang berbeda.

Dimana para nelayan yang terdaftar di TDKP, juga masih merasakan kesulitan dengan kelangkaan BBM subsidi walau Pemerintah Pusat belum menaikkan harga jual.

"Sudahlah belum terdata semua. Bagi yang terdata pun masih merasakan kesulitan membeli BBM untuk melaut, sebelum ada kebijakan harga BBM naik, apalagi sekarang ya tambah susah," ujar Eko.

Dengan kenaikan BBM ini, pihaknya menilai akan menimbulkan potensi terburuk bagi nelayan, yakni pembatalan untuk melaut demi bertahan hidup.

Eko menilai, nelayan kecil Batam dan Kepri, hampir rata-rata menggunakan BBM jenis pertalite dan untuk sekali aktifitas menangkap ikan, nelayan biasanya menggunakan BBM hingga 20 liter.

"Ke luar nangkap ikan 20 liter, dulu harga Rp 150 ribu. Sekarang segitu Rp 200 ribu, berarti nambah 50 ribu. Apakah Ikan pasti dapat? Belum tentu, minyak sudah pasti," jelasnya

Dengan kenaikan harga saat ini, masih kata Eko, harga jual kepada nelayan pasti akan mengalami penyesuaian apabila dibandingkan dengan melakukan pembelian langsung ke SPBU.

"Harga pertalite di SPBU saat ini memang Rp10 ribu per liternya. Namun, saat sampai di tangan nelayan bisa naik 30 persen. Karena ada biaya angkutnya," paparnya.

Dengan demikian, naiknya harga BBM, dikhawatirkan daya beli ikan masyarakat akan turun, sebab harga kebutuhan yang ikut naik. Hal ini akan menyebabkan ikan nelayan tidak laku dan nelayan akan susah menjualnya di pasar.

"Angka kemiskinan bertambah lagi. Daya beli masyarakat juga pasti menurun. Jual mahal tak dibeli orang, jual murah tak nutup modal," kata Eko.

Ditambahkannya, dampak perubahan iklim dalam empat tahun terakhir sangat berdampak pada hasil tangkapan nelayan di seluruh dunia.

"Hampir semua mengeluhkan kurangnya hasil tangkap. Nangkap ikan sifatnya berburu, untung-untungan, Ikan bisa tidak dapat, pengeluaran BBM otomatis beban minyak pasti bertambah," pungkasnya.

#Kepri

Index

Berita Lainnya

Index