GLOBALKEPRI.COM, Batam - Erinda Sri Wahyuni, seorang perempuan asal Medan, menghadapi persidangan di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (12/11/2024), atas dakwaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terkait pengiriman calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ke luar negeri secara ilegal.
Sidang ini dipimpin oleh ketua majelis hakim, Welly Irdianto, dengan anggota Twist Retno dan Setyaningsih. Agenda sidang kali ini berfokus pada pemaparan ahli yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dari Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Ahli tersebut menjelaskan, praktik perekrutan dan penempatan CPMI yang dilakukan oleh terdakwa bertentangan dengan kebijakan pemerintah dalam memberantas TPPO.
Menurut keterangan ahli, Erinda tidak memiliki izin resmi dari lembaga terkait untuk melakukan penempatan tenaga kerja ke luar negeri. "Proses penempatan CPMI yang dilakukan terdakwa melanggar ketentuan Pasal 81 UU RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia," jelasnya.
Ahli juga menegaskan, tindakan Erinda tergolong TPPO, mengingat ia mengatur perekrutan, akomodasi, dan keberangkatan para CPMI tanpa izin.
Saat diminta menanggapi, Erinda tampak bingung dengan penjelasan ahli tersebut. "Saya tidak mengerti, Yang Mulia. Saya tidak paham soal aturan itu," ungkap terdakwa.
Majelis hakim kemudian menutup sidang dan menjadwalkan pemeriksaan terdakwa pada sidang berikutnya.
Kasus ini mencuat pada Juni 2024, ketika Erinda ditangkap polisi di Hotel Nagoya Inn, Batam, bersama sejumlah korban yang ia rekrut dari Patumba, Medan. Para korban --saksi Friska Abdilah, Beby Rahayu Pricillya, Fara Aulia, dan Syahputri-- rencananya akan diberangkatkan untuk bekerja di sebuah klub malam di Malaysia.
Erinda mengaku, tindakannya ini dilakukan atas instruksi seorang pria bernama Koko Chayang, yang saat ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Atas perbuatannya, Erinda didakwa melanggar Pasal 4 Jo Pasal 10 Jo Pasal 48 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO.