GLOBALKEPRI.COM, KARIMUN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun menuai sorotan tajam setelah tim penasihat hukum terdakwa dalam perkara dugaan kepemilikan narkotika menuding jaksa penuntut umum menghalangi hak pembelaan. Hal ini dipicu oleh penolakan jaksa untuk memberikan salinan berkas perkara tahap dua kepada kuasa hukum terdakwa.
Penasihat hukum terdakwa, yakni Nurman, Yayan, dan Zabur dari Kantor Hukum Anzy & Partner, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengajukan permintaan resmi kepada Kejari Karimun sejak perkara dan tersangka dilimpahkan ke kejaksaan. Namun hingga sidang pemeriksaan saksi digelar, salinan berkas yang diminta tak kunjung diberikan.

“Kami sudah mengajukan surat resmi dan juga telah melakukan komunikasi langsung, tetapi tetap ditolak,” ujar Nurman Batari, seusai persidangan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai Karimun, Selasa (22/7/2025).
Menurut Nurman, penolakan tersebut disampaikan langsung oleh Jaksa Benedictus Krisna Mukti dalam persidangan, dengan menyebut bahwa keputusan itu merupakan arahan dari Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Karimun.
Nurman menegaskan bahwa salinan berkas perkara sangat krusial bagi tim kuasa hukum dalam menyiapkan strategi pembelaan yang maksimal. Ia menilai tindakan Kejari Karimun bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi dan hak atas peradilan yang adil.
“Penolakan ini bertentangan dengan Pasal 143 ayat (4) KUHAP yang mengatur bahwa salinan surat dakwaan dan pelimpahan perkara wajib diberikan kepada terdakwa atau penasihat hukumnya,” tambahnya.
Akademisi Hukum Ikut Soroti Penolakan Jaksa
Menanggapi hal tersebut, akademisi hukum pidana dari Universitas Riau Kepulauan, Dr. Alwan Hadiyanto, menyayangkan sikap kejaksaan yang menutup akses terhadap dokumen perkara. Menurutnya, transparansi adalah fondasi dari sistem peradilan pidana yang adil dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
“Menutup akses terhadap dokumen perkara bisa menjadi preseden buruk. Ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi menyangkut perlindungan hak-hak terdakwa,” tegas Alwan.
Ia juga menambahkan bahwa sistem peradilan pidana yang adil harus menjamin akses penuh bagi penasihat hukum terhadap seluruh dokumen yang dibutuhkan untuk membela kliennya.
Hakim Sarankan Akses Melalui Sistem e-Terpadu
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Edy Sameaputty menyarankan agar tim penasihat hukum memanfaatkan sistem e-terpadu untuk mengakses berkas perkara yang diperlukan.
“Silakan melihat berkas terdakwa melalui e-terpadu. Jika perlu bantuan, bisa koordinasi dengan PTSP setelah sidang,” ujar Edy di hadapan majelis.
Sorotan Terhadap Transparansi Hukum
Kasus ini menambah deretan kritik terhadap transparansi proses penegakan hukum di Indonesia. Praktik yang menghambat akses terhadap informasi penting seperti ini dinilai dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Sejumlah pemerhati hukum dan masyarakat sipil berharap Kejaksaan Agung RI dapat meninjau ulang kebijakan internal yang membatasi akses terhadap berkas perkara oleh kuasa hukum terdakwa, guna menjamin keadilan yang merata dan akuntabel.