IRT Perekrut PMI Ilegal ke Kamboja Dituntut 5 Tahun Penjara

IRT Perekrut PMI Ilegal ke Kamboja Dituntut 5 Tahun Penjara
Sidang online pembacaan surat tuntutan terdakwa TPPO di PN Batam, Selasa (17/1/2023).

GLOBALKEPRI.COM. BATAM - Julie Evilyn, Ibu Rumah Tangga (IRT) di Kota Batam yang ditangkap Subdit IV Ditreskrimum Polda Kepulauan Riau (Kepri) lantaran nekad memberangkatkan Calon Pekerja Indonesia (CPMI) non prosedural ke Kamboja, dituntut 5 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Selasa (17/1/2023).

Beradasarkan amar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Abdullah, terdakwa Julie Evilyn telah terbukti melakukan tindak pidana membawa Warga Negara Indonesia (WNI) keluar wilayah negeri dengan maksud untuk dieksploitasi dan dilakukan kelompok yang terorganisasi.

"Menyatakan terdakwa Julie Evilyn telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melanggar Pasal 4 Jo Pasal 16 Jo Pasal 48 UU RI nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang," kata Jaksa Abdullah saat membacakan surat tuntutan di hadapan ketua majelis hakim, Yudith Wirawan.
Dalam persidangan itu, Abdullah mengatakan, sebelum melakukan penuntutan terhadap terdakwa Julie Evilyn, ada beberapa hal memberatkan dan meringankan yang menjadi pertimbangan jaksa.

Hal memberatkan, kata Abdullah, perbuatan terdakwa telah meresahkan masyarakat, tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Selain itu, perbuatan terdakwa juga telah mengakibatkan para korban mengalami kerugian materil.

Sementara hal meringankan, kata dia, terdakwa semasa persidangan selalu bersikap sopan (kooperatif) serta masih memiliki tanggungan keluarga (anaknya masih kecil). "Menuntut agar majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa Julie Evilyn dengan pidana penjara selama 5 tahun," tegas Abdullah.
Selain itu, lanjut dia, terdakwa Julie Evilyn juga dituntut membayar denda sebesar Rp 200 juta dan membayar restitusi kepada para korban dengan ketentuan apabila dalam jangka waktu 14 hari setelah setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, terdakwa tidak mampu membayar, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan kemudian dilelang untuk membayar denda dan restitusi.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar denda dan Restitusi, maka terdakwa dijatuhkan hukuman kurungan pengganti pidana selama 3 bulan," tambah Abdullah.

Menanggapi surat tuntutan jaksa, terdakwa Julie Evilyn melalui penasehat hukumnya (PH) Yakobus Silaban langsung meminta waktu selama 7 hari ke majelis hakim untuk mengajukan Nota Pembelaan (Pledoi) secara tertulis.
"Yang mulia, kami minta waktu untuk mengajukan Pledoi secara tertulis pada persidangan yang akan datang," pinta Yakobus.

Guna mengakomodir hak dari terdakwa, majelis hakim pun mengabulkan permohonan penasehat hukum terdakwa. Sidang pun kemudian ditunda hingga pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan (Pledoi) dari terdakwa.

Diuraikan dalam surat dakwaan, sindakat perdagangan orang berhasil diungkap aparat kepolisian berawal dari laporan para korban setelah mendapatkan eksploitasi saat bekerja di negara Kamboja.

Dari laporan itu, Polisi kemudian melakukan penyelidikan sehingga berhasil menangkap ketiga terdakwa. Dijelaskan, terdakwa Julie Evilyn merupakan salah satu pengurus dan perekrut 9 PMI yang diberangkatkan ke Kamboja. Terdakwa ini melakukan perekrutan melalui media sosial Facebook.
Para PMI ini dijanjikan pekerjaan di sebuah perusahaan besar di Kamboja sebagai marketing. Dari pekerjaan itu, para PMI akan menerima upah sebesar USD 700 untuk yang tidak memiliki kemampuan bahasa dan USD 1000 untuk yang bisa berbahasa Mandarin dan Bahasa Inggris.

Namun,setelah tiba di Kamboja para PMI dipekerjakan di perusahaan HONGLIE selama 18 jam. Bahkan, sampai sekarang para saksi korban (PMI) tidak menerima upah.

Dalam kasus ini, terdakwa memperoleh keuntungan yang sangat besar dari mulai proses perekrutan hingga pemberangkatan. Di mana pada saat merekrut dan memberangkatkan para PMI, terdakwa tidak melalui perusahaan namun melalui orang perorangan.

Selain itu, terdakwa juga tidak mengurus Visa Kerja ke Luar Negeri bagi para PMI. Parahnya lagi, para saksi korban tidak dibekali dokumen yang sah untuk bekerja diluar negeri. Bahkan, saksi korban tidak dimasukkan dalam Asuransi/Jaminan Sosial serta tidak mengantongi Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP2MI).

 

#Hukum & Kriminal

Index

Berita Lainnya

Index