Untuk Kesekian Kalinya, Polemik Lahan Warga Kampung Jabi dan Teluk Bakau Dibahas di DPRD Batam

Untuk Kesekian Kalinya, Polemik Lahan Warga Kampung Jabi dan Teluk Bakau Dibahas di DPRD Batam
Untuk Kesekian Kalinya, Polemik Lahan Warga Kampung Jabi dan Teluk Bakau Dibahas di DPRD Batam

GLOBALKEPRI.COM. BATAM -  Polemik permasalahan kampung tua Kampung Jabi dan Teluk Bakau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam, untuk kesekian kalinya dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPRD Kota Batam, Rabu (7/12/2022).

Warga mengeluhkan permasalahan alokasi lahan di permukiman mereka --yang saat ini diklaim oleh pihak perusahaan atau investor yang diketahui telah memiliki surat Pengalokasian Lahan (PL) dari Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Selain itu, keluhan warga juga disampaikan terkait masuknya permukiman mereka dalam Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) Bandara Hang Nadim Batam.

"Selain masuk dalam kawasan KKOP, permukiman kami di Kampung Jabi dan Teluk Bakau juga terjadi tumpang tindaih lahan pak. Dan saat ini, ada dari pihak perusahaan kerap masuk, bahkan beberapa alat berat sudah masuk ke perkampungan kami, saya lupa nama PT nya," tegas Suhaimi, Ketua RW 04 Kampung Jabi, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa Batam.
Hal senada juga diungkapkan oleh Iwan Darmawan, Ketua RW 18 Kampung Teluk Bakau. Bahkan pihaknya meminta kepada Pemerintah dalam hal ini Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk bisa mempertegas terlebih dahulu aturannya melalui sosialisasi, jangan tiba-tiba datang dan mengukur lahan tanpa perlu adanya sosialisasi.

"Tolong dipertegas dulu aturannya seperti apa, jangan sosialisasi belum dilakukan, alat berat malah sudah ada di lokasi permukiman kami. Cara-cara ini sudah tidak beradab. Dan ini kiranya harus menjadi perhatian khusus. Dan masyarakat belum tahu dan mendapatkan informasi terkait relokasi dan bagaimana kedepannya. Jujur hal ini membuat warga tidak nyaman dan resah. Serta jangan langsung mengeksekusi saja," pintanya

Sementara, Abdul Kadir, tokoh masyarakat menyampaikan, pada dasarnya masyarakat kampung jabi mendukung semua program pembangunan yang ada di Kota Batam, akan tetapi pemerintah tidak gegebah sebelum melakukan kegiatan.
"Ini kan masalah tempat tinggal warga yang terdampak selesaikan dulu dengan masyarakat, baru kegiatan pelebaran, kalau tidak warga mau tinggal di mana yang tergusur itu. Intinya, jangan ada kegiatan dulu sebelum dengan warga selesai," tegasnya.

Merespon hal tersebut, Ketua DPRD Batam Nuryanto memahami kekecewaan yang dirasakan warga. Dan pihaknya menegaskan akan menjembati hal ini dengan warga.

Dimana seharusnya, BP Batam dalam hal pengalokasian lahan kepada pihak investor atau pengusaha harus benar-benar dalam kondisi 'clean and clear'.

Sehingga tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Jika seperti ini, nantinya masyarakat dengan masyarakat akan 'berantuk' dan berantem.
Dengan kata lain, jika hal ini tidak terwujud, maka BP Batam dianggap gagal. Karena bukannya menimbulkan kenyamanan malah menjadi keonaran untuk masyarakat.

"Ini yang saya cermati dan kritik keras. Mengingat BP Batam ini mewakili pemerintah dan negara. Kalau seperti ini kan terkesan pemerintah mengadu domba warganya," terangnya.

Jika, BP Batam mengalokasi lahan ke investor dalam kondisi tidak 'clear dan clean', berarti BP Batam harus bisa mengawal dan menengahi permasalahan yang timbul antar warga dengan perusahaan penerima alokasi.

"Ini masyarakat Batam yang diadu loh. Seharusnya memberikan alokasi lahan itu harus diperhatikan terlebih dahulu, tidak asal kasih. Itu kan namanya lepas tangan. Kalau BP Batam sebagai pemerintah, tidak bisa menjembati permasalahan pengusaha dengan rakyat, apalagi masyarakat dengan masyarakat. Saya tidak sepakat dengan hal itu. Dan harus dikritik tegas. BP Batam jangan hanya jadi penonton saja. Harusnya dijembatani," tegasnya.
Untuk itu, politisi PDI Perjuangan ini mengungkapkan beberapa kesimpulan dalam RDPU hari ini. Pertama, pemerintah dalam hal ini BP Batam dan Pemko Batam wajib menandatangani hasil keputusan pleno penetapan Kampung Tua Jabi dan Teluk Bakau seluas 76,5 hektar.

Kedua, pemerintah jangan pernah jadi penonton atau membiarkan masyarakat menyelesaikan maslahanya sendiri.

"Mereka (BP Batam dan Pemko) harus hadir dan menjembatani permasalahan warganya dan tidak menjadi penonton atas masalah yang ada," terang Cak Nur, panggilan akrabnya.

Dan terakhir, "Jika masyarakat di KAmpung Jabi dan Teluk Bakau diberikan kesempatan untuk mendapatkan hak alokasi lahan, maka dari itu warga sanggup dan siap untuk membayar UWTO serta melakukan pembangunan," pungkasnya.
 

#Kepri

Index

Berita Lainnya

Index